Tuesday, March 11, 2008

Membuat Anak Kecanduan Membaca

Oleh : DWI PRIHASTUTI
Librarian SD Al-Falah Tropodo 1
Sumber : Jawa Pos, Selasa, 19 Desember 2006

Setelah menikah, saya tinggal bersama suami di daerah Sedati. Satu saat, ketika saya pulang ke rumah di daerah Kebraon pada hari libur, keponakan saya yang berumur 3 tahun menyambut dan menanyakan oleh-oleh.

Karena saya tidak membawa oleh-oleh, saya menjanjikan untuk jalan-jalan dan beli jajanan atau mainan yang dia mau. Saya dan suami sangat terkejut ketika keponakan saya tadi berkata bahwa dirinya tidak mau jajanan atau mainan, melainkan buku. Sungguh jawabannya di luar dugaan dan diluar kebiasaan anak seusianya.

Ketika banyak anak seusianya berpikiran tentang jajanan dan mainan favorit, keponakan saya yang bernama Nazhmi justru berpikiran tentang buku favoritnya, yaitu buku tentang hewan-hewan. Ketika mencoba merenungi peristiwa tersebut, saya tersenyum dan bersyukur bahwa kebiasaan saya membaca dan mencintai buku menular kepada Nazhmi.

Sejak kecil Nazhmi tinggal bersama saya dan orang tua. Kami sangat dekat. Sejak kecil pula (dibawah satu tahun), saya mengenalkan bermacam buku bacaan kepadanya. Kebetulan, saat itu saya bekerja sebagai pustakawati di Mobil Pustaka Kita PBA Sampoerna yang memiliki bermacam koleksi buku anak-anak yang sangat bagus dan bermutu.

Berbagai buku yang saya kenalkan dan bacakan tiap hari, ternyata, membentuk kebiasaan “membaca” pada diri Nazhmi. Kebiasaan saya membacakan buku tanpa disadari turut berpengaruh terhadap daya ingatnya!

WaIau hanya sekali dibacakan, Nazhmi langsung mampu mengingat isi cerita buku tersebut. Ketika suami saya ditodong Nazhmi untuk membacakan buku yang lama dan ternyata salah ucap, dengan cepat Nazhmi menegur, yang membuat suami saya tersipu malu.

Bacaan itu, rupanya, memperkuat daya ingat Nazhmi. Ketika usianya baru 2,5 tahun, dia sudah mampu mengingat berbagai jenis burung yang ada di buku berjudul 100 Pengetahuan. tentang Burung. Padahal, lebih dari 100 macam burung ada di buku tersebut!

Mengingat apa yang telah dicapai Nazhmi membuat saya bahagia sekaligus bersedih. Saya bahagia karena Nazhmi merupakan bukti bahwa jika kita ingin anak hobi membaca, itu harus dimulai sejak dini. Sebaliknya, saya sedih karena tidak semua anak mempunyai kesempatan dan lingkungan seperti Nazhmi. Dalam sebuah penelitian terungkap bahwa minat baca siswa sekolah dasar di Indonesia berada pada peringkat 26 di antara 27 negara yang diteliti! Rendahnya minat baca siswa SD di Indonesia juga menunjukkan rendahnya perhatian berbagai pihak (pemerintah sekolah, dan orang tua) tentang pentingnya membaca.

Kita pasti menyadari bahwa budaya membaca sangat terkait erat dengan tingkat kemajuan sebuah bangsa (lihat juga wawancara dengan sastrawan Suparto Brata, Metropolis, Minggu. 17/12). Semakin tinggi budaya baca pada sebuah negara, semakin maju pula negara tersebut. Jepang dan negara-negara maju lainnya adalah bukti nyata mengenai pentingnya budaya membaca sejak usia dini.

Bisa Mulai Nol Tahun.

Pendapat ahli menyatakan, mengenalkan budaya membaca dapat dimulai saat bayi masih berusia nol tahun. Saya telah membuktikan bahwa mulai usia dibawah satu tahun (saya mulai mengenalkan budaya membaca ketika Nazhmi berumur enam bulan) Nazhmi mampu menangkap dan merekam apa yang kita sampaikan. Bahkan, anak saya sejak nol tahun telah dikenalkan pada budaya membaca.

Mengenalkan budaya membaca bisa dimulai dengan membacakan buku-buku cerita bergambar dan berwarna saat dia terbangun. Ketika bayi Anda berusia 3-4 bulan dan mampu menyangga kepalanya Anda pangku dan bacakan buku cerita yang Anda pegang didepannya. Jangan membaca terlalu cepat serta mainkan intonasi Anda. Tinggi rendahnya intonasi suara Anda dalam membacakan cerita terbukti turut berperan dalam mengembangkan kecerdasan bayi Anda. Tidak ada salahnya para orang tua yang sudah memiliki anak usia SD, tapi tidak menunjukkan minat baca, mulai dirangsang untuk mau membaca. Ajak mereka mampir ke toko buku bila jalan-jalan ke mal. Bila dianggap mahal, ajak mereka membeli buku bekas, kunjungi perpustakaan atau taman bacaan.

Orangtua dapat memberikan reward atau sikap penuh perhatian jika sang anak mampu menyelesaikanan sate buku dan menceritakan isi buku tersebut. Selain itu, ada baiknya jangan usik anak-anak yang sedang asyik membaca untuk mengerjakan tugas-tugas rumah semisal menyapu, mencuci piring, atau membersihkan perabot-an. Hal itu akan makin mengena jika orang tua juga memberikan teladan, yaitu membiasakan membaca. Anak akan cenderung meniru orang tuanya. Rendahnya tingkat membaca bangsa kita juga disebabkan orang tua tidak suka buku sehingga menulari anaknya. Yang terpenting dalam mengenalkan budaya membaca pada anak-anak adalah tidak boleh ada unsur paksaan yang akan membuat anak semakin tidak suka membaca. Jadikan membaca sebagai aktivitas menyenangkan, seperti rekreasi. Sebenarnya, membaca adalah sebuah kenikmatan karena mampu memunculkan ima¬jinasi. Saat seseorang membaca, dia sedang bermain dengan imajinasinya (theatre of mind). Tentunya membahagia-kan apabila anak berkembang dengan imajinasi tinggi sehingga anak mampu menganalisis, berargumentasi, dan berlatih menggunakan logika. Itu semua didapat dari membaca buku yang bermutu, bukan tayangan televisi yang kerap ‘mematikan” imajinasi.

No comments: